Pengorbanan
Seorang Sahabat
Hari ini adalah hari ulang
tahun sahabatku, “Rina”. Dia, terlihat bahagia karena orang tuanya memberinya
hadiah yang indah. Sedangkan, teman-teman juga memberinya banyak hadiah.
Tapi, diulang tahunnya kali ini aku tidak bisa memberinya apa-apa. Karena, keluargaku sekarang sedang kesulitan ekonomi. Aku berharap agar Rina mengerti keadaanku sekarang.
Tapi, diulang tahunnya kali ini aku tidak bisa memberinya apa-apa. Karena, keluargaku sekarang sedang kesulitan ekonomi. Aku berharap agar Rina mengerti keadaanku sekarang.
Dan, ternyata Rina mengerti keadaan ku
sekarang. Rina memang sahabat yang paling baik yang pernah aku miliki.
Beberapa hari kemudian, Rina pun jatuh sakit. Aku ingin menjenguknya di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ibu Rina berkata, “Rina sakit parah dan kemungkinan sudah tidak ada harapan untuk hidup lebih lama”. Dia terserang penyakit yang sangat parah dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Satu persatu organ tubuhnya rusak dan butuh donor yang cocok untuknya.
Beberapa hari kemudian, Rina pun jatuh sakit. Aku ingin menjenguknya di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ibu Rina berkata, “Rina sakit parah dan kemungkinan sudah tidak ada harapan untuk hidup lebih lama”. Dia terserang penyakit yang sangat parah dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Satu persatu organ tubuhnya rusak dan butuh donor yang cocok untuknya.
Aku pun sedih melihat sahabat
ku harus menanggung sakitnya sendiri. Aku mencoba untuk pergi ke laboratorium
untuk tes apakah organ tubuh ku cocok untuk Rina. Aku ingin melihat sahabat ku
hidup sehat dan bahagia seperti dulu lagi. Aku mencoba membantunya sebisa yang
aku bisa.
Tenyata, hasil tesnya cocok
dan aku meminta izin kepada ibu untuk mendonorkan organ tubuh ku pada Rina.
Tapi, ibu tidak menyetujui keputusan ku, karna ibu tidak ingin apabila nanti
akibatnya terjadi padaku. Karena ibu sangat sayang padaku dan tidak ingin
terjadi apa-apa dengan ku. Tapi, aku sangat ingin mendonorkan organ tubuh ku
pada Rina. Aku berusaha meyakinkan ibu agar ibu menyetujui keputusan ku.
Dan akhirnya, ibu mengerti
betapa Rina sangat membutuhkan donor itu. Tapi, ibu juga kelihatan kurang
ikhlas. ”Tapi, ini demi Rina bu...” ucapku. ”iya nak ibu mengerti perasaan mu.
Tapi apakah tidak bisa menggunakan cara yang lain nak...??” jawab ibu. ”Ayolah bu...!!” ucapku. ”Yaudah,
terserah padamu ibu sudah mengingatkan mu pokoknya..” jawab ibu.
Setelah mendapat persetujuan
ibu, keesokan harinya pun aku langsung diperbolehkan untuk pergi operasi.
Alhamdulillah, operasi berjalan lancar dan selamat. Organ tubuh ku sekarang
berada di dalam tubuh Rina. Kami, berdua merasa senang karena operasinya
lancar.
Satu hari, dua hari, rasanya
badan masih terasa sehat. Tapi lama kelamaan badan semakin hari semakin lemas
dan sering juga sakit. ”Apakah ini akibat dari operasi kemarin..??” tanyaku
dalam hati. Akhirnya aku harus menanggung hidup ku di atas kursi roda,
karena aku sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan.
Hari
demi hari telah berganti, aku sudah mulai beranjak remaja. Sekarang aku sudah
bersama dengan orang yang menyayangiku, yaitu “Roni”. Roni
sangat sayang padaku dan aku pun juga sangat sayang padanya. Tapi, disisi lain
Rina juga mencintai Roni. Aku pun bingung di antara dua pilihan. Disisi lain
aku sayang dan mencintai Roni tapi, disisi lain juga aku sangat sayang dan
merasa kasihan pada Rina.
Akhirnya,
aku putuskan untuk merelakan Roni bersama Rina. Tapi, Roni membantah keputusan
ku. ”Ron...kamu sayang sama aku kan..?? kalau kamu sayang sama aku kamu harus
mau sama Rina ya..??” ucapku pada Roni. ”Tapi Rani, aku sangat mencintaimu, aku
gak bisa bohongi perasaan ku. Aku sangat sayang sama kamu, aku sudah terlanjur
jatuh cinta sama kamu..” jawab Roni. ”Roni, aku ini punya penyakit yang
parah..aku juga tidak bisa membebankan kamu untuk mendorong aku terus.. lebih
baik kamu sama Rina ya. Dia cantik, dia pintar, dia baik hati juga.” sambung
ku. (Roni memegang kedua tangan Rani) ”Rani, walaupun kamu sakit, aku tetap
sayang padamu. Aku cinta kamu apa adanya. Sungguh, aku ndak bohong..!!” jawab
Roni. “udahlah Roni...Kamu sama Rina aja..” Jawab ku.
Aku pun
pergi meninggalkan Roni dengan menangis. ”Roni, maafkan aku. Sesungguhnya
aku juga tidak ingin kamu bersama dengan Rina. Tapi, ini demi Rina...” Ucap
ku dalam hati.
“Rani...,Raniiiiii kamu mau kemana..”
teriak Roni. ”Baiklah jika ini mau mu. Aku akan turuti mau mu. Tapi dengarkan
aku Rani, aku akan tetap sayang padamu..” sambung Roni.
Keesokan
harinya, Roni pun menyatakan cintanya pada Rina dihadapan ku. Aku
pun senang walaupun hatiku sangat sakit dan sakit. Aku pun mengatakan selamat
kepada mereka berdua. Wajah ku terlihat bahagia padahal hatiku menangis. Hatiku
menangis tak masalah buat ku, yang penting sahabat ku bahagia.
Hari
demi hari berganti, aku pun terus belajar mulai dari pelajaran yang aku terima
di sekolah karena sebentar lagi ujian kelulusan. Aku berjanji akan melupakan
kejadian yang telah berlalu.
Setiap
Rina meminta bantuan selalu aku bantu karena, aku tidak
ingin dia merasa sedih. Aku ingin Rina selalu bahagia walaupun nyawa
taruhannya. Tapi, megapa Rina tidak pernah membantu ku sejak dia
bersama Roni. Seakan-akan dia sudah lupa sama sahabatnya sendiri.
Saat aku terjatuh Rina seakan-akan tidak mengerti bahwa aku terjatuh. Tapi itu
sudah aku anggap sebagai cobaan dalam persahabatan.
Setahun
telah berlalu. Aku sudah lulus dari SMA. Tapi, sayangya aku tidak bisa
melanjutkan sekolahku ke tingkat yang lebih tinggi. Karena sakit ku kini makin
parah. Semenjak aku mendonorkan organ tubuhku, aku menjadi sakit sakitan. Kini
yang aku bisa hanya mengurung diri di dalam rumah dan tidak pernah keluar
rumah. Roni pun selalu memberiku semangat untuk sembuh. Tapi, rasanya sudah
tidak mungkin lagi untuk aku sembuh.
Dua
tahun berlalu. Rani pun meninggal dunia. Roni pun menangis menyesali kenapa dia
harus menuruti kemauan Rani dulu. “Seandainya aku sekarang
bersama Rani, Aku akan coba membuat dia bahagia di akhir hidupnya. Tapi, kini
sudah terlambat bagi ku untuk melakukan itu” ujar Roni dalam hati.
Rina pun juga menyesal.
”seharusnya aku tidak menerima organ tubuhnya dulu” ucap Rina. ”Seharusnya
aku yang ada di dalam sini, bukan kamu Ran... Maafkan
aku ya Rani, seandainya aku tidak menerima donor tubuhmu,
kamu tidak akan seperti ini. Aku sangat
benci pada diriku sendiri.., maafkan aku ya Rani..” sambung Rina.
“Sudahlah
Rina.. Kita tidak boleh menyesali kepergiannya. Ini sudah rencana-Nya yang di
atas, syukuri saja apa yang terjadi” Jawab Roni. Akhirnya, Rina menyadari ini
sudah jalan hidup Rani. Rina hanya bisa mendo’akan Rani disana.
“Terima
kasih Rani.. Atas pengorbananmu, aku dapat hidup bahagia. Sekali lagi, terima
kasih” Ucap Rina..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar