Yang Terbaik Bagimu
“Rani” itulah namaku. Setiap hari aku selalu bersama dengan ibuku.
Kami berdua, menjalani suka dan duka bersama.
Pada
hari itu, aku dan ibu pergi untuk jalan-jalan bersama. Setibanya di rumah ibu
jatuh pingsan dan akhirnya sakit. Ibu tidak sadarkan diri, aku takut ibu
kenapa-napa. Aku lansung membawa ibu ke rumah sakit dekat rumah.
Akhirnya ibu mendapat pertolongan dari dokter.
Kata dokter ibu sakit parah dan harus dirawat di rumah sakit. “ Ibu bertahanlah
!! “ ujar ku. Aku pun duduk sambil menunggu ibu terbangun, tak lama kemudian
ibu bangun dari tidurnya. “Alhamdulillah... ibu sudah bangun” ucapku kepada
ibu. “Ibu dimana nak..??” tanya ibu kepada ku. “Ibu di rumah sakit, ibu sakit
sekarang..” jawab ku.
Keesokan harinya ibu sudah diperbolehkan pulang.
Aku senang ibu pun juga senang. Sesampainya di rumah, aku menyuruh ibu untuk
istirahat. Aku kemudian membuatkan minum untuk ibu. ”Bu.. ini tehnya, diminum
bu..biar cepat sembuh” ucap ku. ”Iya nak..” jawab ibu.
Hari demi hari telah berganti, Ibu sudah terlihat sehat
kembali. Betapa senangnya hatiku. Hari ini, waktunya untuk aku berangkat
sekolah. ”Bu.. Rani berangkat dulu ya..!!” teriak ku. ”Iya nak..” jawab ibu.
Aku pun mecium tangan ibu dengan senang hati, dan kemudian aku berangkat
bersama dengan Risha dan Ali.
Jam sudah menunjukkan waktunya pulang sekolah. Aku pun
pulang bersama dengan teman-teman. Sampai di rumah, ibu sudah memasak masakan
kesukaan ku. Ibu selalu membuat aku tersenyum walau ibu sendiri kadang kurang
bahagia karena ayah telah meninggal dalam kecelakaan sebulan yang lalu. Ibu
merasa dalam hatinya kurang lengkap tanpa seorang suami untuknya. Aku mencoba
menghibur ibu sebisa yang aku bisa.
Ulangan semester sudah dimulai. Aku berjanji pada diriku
sendiri, aku harus bisa mendapat peringkat satu walaupun itu sulit. Ini demi
ibu, yang telah merawat dan membahagiakan aku. Sekarang, aku yang harus membuat
ibu bahagia di dalam hidupnya. Ulangan dimulai, aku mulai mengerjakan soal. Dan
alhamdulillah, soalnya mudah jadi, aku dengan cepat mengerjakannya.
Ulangan selesai, tinggal pembagian rapor dan soal ulangan.
Ternyata, nilai ku bagus-bagus dan semua di atas rata-rata, aku juga mendapat
peringkat satu di kelas. Setelah menerima rapor, aku bergegas pulang. Di depan
rumah terdengar bunyi,aku langsung berlari ke dalam. Ternyata ibu pingsan di
dapur. ”Ibu…ibu kenapa..??” teriak aku. ”Tolong… tolong..!!” teriak ku
sambil berlari keluar rumah. Orang pun
berdatangan ke dalam rumah untuk menolong ibu. Ibu langsung masuk rumah sakit.
Kata dokter ibu sakit yang sangat parah. Dan selama ini ibu
tidak pernah bilang padaku bahwa ibu sakit parah. Dalam hatiku aku merasa
kecewa juga sedih karena ibu tidak mau bilang padaku kalau dia sakit.
Seandainya ibu bilang dari dulu pasti ibu sudah sehat sekarang.
Ibu sekarang masih dalam keadan kritis. Aku
sedih apabila ibu nanti tidak bisa ditolong. Aku pun berdo’a dan terus berdo’a
untuk ibu. Sekarang, aku sadar bahwa ibu tidak ingin aku sedih melihatnya yang
sakit parah. Dia ingin aku bahagia, dia ingin aku dapat tersenyum.
Waktu menunjukkan waktu untuk pergi sholat. Aku langsung
bergegas pergi ke masjid yang ada di rumah sakit tempat ibu dirawat. Aku pun
berdo’a untuk kesehatan ibu. Aku ingin ibu sehat seperti dulu. Kali ini aku
akan tunjukkan yang terbaik bagi ibu. Aku akan patuhi perintahnya, aku akan
jadi anak yang berbakti pada ibu. Itulah janjiku pada diriku sendiri.
Selesai sholat aku pun kembali ke kamar ibu.
Tak lama kemudian ibu bangun, ibu memintaku untuk
menyuapinya makan. ”Enak bu..??” Tanya ku pada ibu. ”Enak.., terima kasih anak
ku, kamu memang anak ibu yang palig baik.” jawab ibu.
”Ibu harus sehat, nanti kalau ibu sudah sehat, Rani janji,
Rani akan buat ibu bahagia” ucapku pada ibu.
” Terima kasih anakku... kamu memang anak yang baik, besok kalau
ibu sudah tidak ada, kamu jaga diri ya nak !!. Jangan lupa makan yang banyak,
belajar yang rajin supaya bisa mencapai cita-cita mu.. Ibu selalu mendo’akanmu
nak..!!”. ”Ibu jangan bilang begitu.., ibu harus yakin bahwa ibu masih bisa sembuh”
Ucap ku. Tak lama kemudian ibu meminta izin ke aku bahwa ibu mau tidur.
Rencananya, hari ini aku ingin menunjukkan hasil belajar ku
selama ini kepada ibu. Tapi hari ini, ibu
tidak bangun-bangun. Aku mencoba membangunkan ibu tapi ibu tetap saja tidak mau
bangun. Aku langsung memanggil dokter. Kata dokter, ibu sudah meninggal. Kertas
hasil belajar yang aku pegang langsung jatuh ke bawah tepat tidur ibu.
”Ibuuuu..... Jangan tinggalkan Rani sendiri...Ibuuuu... Ibu dengarkan, Rani
sayang sama ibu, Rani sangat mencintai ibu, Rani akan patuhi perintah ibu.. Ibu
jangan pergiii huhuh...” teriakku sambil menangis.
Keesokannya, ibu dimakamkan di pemakaman terdekat. Para
pelayat berdatangan ke rumah. Setiap ada pelayat datang, aku selalu menangis
karena aku selalu teringat oleh ibu. Tujuh hari berlalu, aku sudah bisa
membiasakan diri hidup tanpa seorang ibu dan ayah. Tapi aku senang karena
disaat akhir hidup ibu, aku sudah lakukan yang terbaik baginya. Aku pun selalu
berdo’a, ”Tuhan...sampaikan sejuta sayang ku untuk ibu dan ayah, aku akan terus
berjanji tak akan membuat mereka kecewa di alam sana...”.
Dua tahun berlalu, aku sudah beranjak dewasa
sekarang. Aku selalu teringat akan masa kecilku yang sangat bahagia
bersama ibu. Disisi ibu aku selalu merasa senang, disisinya aku selalu merasa
nyaman, disisinya terliang hangat nafasnya. Dia tuturkan segala mimpi-mimpi
serta harapannya. Ibu tidak pernah membuatku jatuh dan terinjak. Jika aku
jatuh, ibu selalu membangunkanku dari keterpurukan ku. Ibu selalu memberi motivasi
aku untuk selalu semangat dalam belajar dan menjalani hidup yang tidak adil
ini.
Andaikan waktu dapat bergulir kembali, aku akan membuat ibu
bahagia yang tidak ternilai harganya. Tapi, ibu sekarang sudah tidak ada...
Satu yang bisa aku lakukan untuk ibu yaitu, mendo’akannya agar dia bahagia
disana...
Sekarang, aku sudah
bisa hidup normal seperti biasa. Hidup bersama dengan bibi dan sepupu yang aku
sayangi. Jangan ada air mata lagi. Karena kalau kita sedih karena orang yang
kita sayang pergi, maka orang yang kita sayang juga ikut sedih. Ikhlaskan dia
pergi, agar dia tenang disana...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar