Hari itu tepat tanggal 8 Agustus 1998 saat dimana seorang
mama mempertaruhkan nyawanya hanya untukku seorang bayi. Tanggal itu menjadi
tanggal yang sangat bersejarah bagiku. Karena pada tanggal itu untuk pertama
kali aku bisa melihat terangnya dunia ini. Banyak pengorbanan yang terjadi saat
itu, mulai dari mama yang tetap bertahan walaupun harus menanggung rasa sakit
karena akan melahirkan, sampai sampai mama rela merobek sebagian perutnya hanya
untuk melahirkanku.
Hidup sebagai anak kecil yang bahagia dengan mama, tertawa
dengan mama sampai tumbuh dan berkembang dengan mama. Walaupun ayah jarang
bersama kami tapi dengan mama hidupku terasa lengkap dan serasa sempurna
untukku. Mama selalu mendidikku dengan baik. Mama selalu mengiringi langkahku,
menjagaku, melindungiku, membimbingku sehingga aku bisa seperti ini.
Saat umur mulai menginjak remaja mama selalu ada bersamaku
dan selalu mendo’akanku, membuat makanan favoritku, membelaiku saat aku dalam
kesedihan, memelukku ketika aku kedinginan. Tapi suasana bahagia itu pun
berubah menjadi kelam saat aku mulai menginjak dewasa. Kini aku sudah duduk di
bangku SMA. Kini saatnya aku menentukan jalan hidupku sendiri. Sampai akhirnya
aku memutuskan untuk bersekolah di kota dan hidup di satu kamar kos yang kecil.
Setiap hari mama selalu menelponku, menanyakan kabar
tentangku. “Sudah makan apa belum nak?” Tanya mama. “Sudah Ma..” Jawabku.
“Alhamdulillah, ya sudah ndang belajar gih kan sekolah di kota persaingannya
ketat. Anak mama harus pinter pokonya.. semangat yaa!” “Iya maaaaa... pasti
deh, Mui pasti akan berusaha.. Ganbatte!” “Lah.. itu baru anak mama..hehehe”
Jawab mama sambil tertawa bahagia.
Suatu hari aku sudah mulai terbiasa hidup di kota dan
bergaul dengan teman-teman sebayaku. Mulai suka
keluar jalan-jalan, mulai suka main-main, mulai suka berdandan, mulai
suka dengan gaya anak kota. Hingga aku lupa akan kewajibanku sebagai siswa
yaitu belajar. Mama sering menelponku, mengingatkanku, memberi nasehat padaku
agar selalu berhati-hati mencari teman tapi tak satupun aku hiraukan “Nak..
hati hati sama temanmu yaa.. Kayaknya..” Ucap mama. “Haduh mama.. mama gak usah
khawatir temenku oke oke aja kok” Saut ku. Mulai saat itu aku jadi besikap cuek
dan tak mau tahu tentang mama.
Mulai saat itu hidupku berubah. Nilaiku langsung turun
drastis yang mulanya ditulis dengan bulpoin warna hitam kini berubah menjadi
tulisan warna merah. Aku bertanya, apa ada yang salah denganku? Saat itu aku
mulai bangkit lagi, tapi tak ada satupun yang mau membantuku. “Sima bantu aku
belajar yaa?” tanyaku pada sahabatku. “Gak ah, itu kan masalahmu bukan aku.
Urus saja sendiri..” Jawab Sima angkuh. Hatiku sedih, hancur rasanya hidupku,
rasanya aku sudah ingin putus sekolah. Entah apa yang harus aku lakukan.
Kini aku teringat, dulu waktu aku malas belajar ada mama
disampingku, menyemangatiku dan membantuku. Tapi setelah aku berteman dengan teman teman ini , masa-masa
indah bersama mama hilang begitu saja. Sekarang aku sadar, “sahabat tak
semuanya itu baik, ada pepatah bilang kalau kamu dekat penjual parfum maka kamu
akan ikut wangi juga tapi, jika kamu dekat dengan pemungut sampah maka kamu
juga akan ikut bau sampah” dan “tidak ada seorang ibu yang mau menjurumuskan
anaknya”.
“Mama,, aku rindu mama.. mama aku ingin pulang.. aku ingin
bersama mama.. disamping mama.. agar mama selalu mengiringi langkahku.. mama
aku sayang mama” Ucapku sambil menangis dengan memegang telepon. “Iya nak
itulah masa muda mu.. buat masa muda yang indah, berwarna dan tak terlupakan,,
tapi cari teman itu yang baik yaa.. dipikir dulu kalau mau cari teman.. tak
perlu punya banyak teman, sedikit saja yang penting bisa dipercaya.. Oke?” Kata
mama. “Siaaap mama,, aku sayaaaang mama” Kataku dengan senyum bahagia. J J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar