Suatu hari saat aku pergi sekolah
aku bertemu dengan seorang yang memakai seragam yang sama denganku. Dia sering
tersandung, menabrak sesuatu dan akhirnya terjatuh. Melihat hal itu aku
menolongnya dan mengajaknya duduk sejenak sambil bertanya. “Ada apa denganmu?
Mengapa kamu sering tersandung? Apa kamu gak lihat jalan?” Tanyaku. “Aku buta
jadi aku gak bisa lihat apapun.” Jawabnya. “Maafkan aku, aku tak tahu” “Tak apa
aku sudah biasa kok. Butaku ini sudah aku alami sejak aku lahir. Jadi aku belum
pernah lihat apapun di hidupku. Bahkan melihat wajah ibuku pun aku tak pernah.
Butaku ini juga bawa dampak besar dalam kehidupanku. Aku jadi bahan cemo’ohan
dari teman teman sekelasku” “Ohh, kamu jangan bersedih yaa! Tetep semangat,
apapun yang kamu punya itu sudah jadi pemberian Tuhan yang paling indah buat
kamu. Untung kamu masih punya mata daripada ndak punya mata, hayooo hehehe J. Baiklah kalau begitu
namaku Tori Nonomi panggil aja Nomi, kamu?” “Namaku Ayane Erisa panggil aja
Eri, senang bertemu denganmu, Nomi”
Mulai saat itu kami menjalin
hubungan yang kami sebut sebagai persahabatan. Persahabatan kami begitu indah
hingga pada akhirnya aku tak tahan dengan teman temanku yang selalu merendahkan
Eri. Mereka bilang hidup itu gak berguna kalau gak pake mata, padahal tanpa
mata yang tak bisa melihat Eri bisa main piano bahkan main gitar pun bisa.
Mereka memang tak mengerti bahwa ada kelebihan di balik kekurangan. Aku paling
gak bisa nahan emosi saat aku melihat Eri akan dijeburkan ke dalam tong sampah.
Sungguh benar benar panas hatiku rasanya ingin kuledakkan semua amarahku. Tapi
sabar itu juga perlu untuk mengatasi permasalahan hehehe.
Aku sudah tak tahan dengan sikap
teman temanku, akhirnya aku memutuskan untuk mendonorkan mataku pada Eri tanpa
sepengetahuan dari Eri. Dan ternyata mataku cocok untuk dipakai sama Eri. Tapi
sebelum mendonorkan mataku aku sempat bertanya pada Eri. “Eri, jika kamu sudah
bisa lihat nanti apakah kamu masih mau bersahabat dengan aku?” Tanyaku. “Pasti
aku mau kok Cuma kamu sahabat aku Nomi” Jawabnya. “Walaupun nanti aku punya
banyak kekurangan?” “Pasti aku terima kekuranganmu kok Nomi” “Terima kasih Eri”
Beberapa hari kemudian Eri
menerima surat panggilan dari rumah sakit bahwa sudah ada donor yang tepat
untuknya dan bisa langsung segera di operasi. Dan syukurlah operasinya lancar
tanpa hambatan. Eri pun siuman, ia tak henti hentinya tersenyum akhirnya dia
bisa melihatnya indah dunia ciptaan Tuhan ini. “Wow, ternyata dunia itu indah
sekali ya Pak.. Tapi Pak Dokter, siapa yang mendonorkan matanya untuk saya?”
Tanya Eri. “Dia tidak mau menyebutkan identitasnya jadi kamu tak perlu tau”
Jawab Dokter.
Sekarang terasa beda sekali,
biasanya aku bisa lihat apapun tapi sekarang apapun yang kulihat berwarna hitam
dan tak ada satupun yang terlihat. “Inikah yang dirasakan Eri?” Tanyaku dalam
hati. Beberapa hari kemudian aku berjalan dengan pelan-pelan dan tiba tiba aku
menabrak seseorang tapi suaranya sudah tak asing bagiku. “Aduhh..” Ucapku. “Aduhh
duh.. kalau jalan pake mata donk!!” Jawab Eri. “Eri itukah kau? Aku Nomi
sahabatmu.” “Nomi itukah kau? Kau buta?” “Iya Eri apa ada yang salah?” “Tak
apa, aku pergi dulu” “Heii Eri kamu mau kemana? Mari kita ke kantin bareng” “Maaf
aku ada urusan”
Aku terkejut mengetahui Eri
berubah. Apa karena tau aku buta? Jadi dia tak bisa menerima kekuranganku
setelah apa yang aku lakukan. Tak apalah mungkin dia masih teringat masa
lalunya yang gelap karena buta. Kalau memang begitu aku bisa menerimanya. Wajarlah
dia bisa merasakan apa yang aku rasakan sekarang karena dia pernah merasakan
hal yang sama bahkan lebih lama dari aku.
Satu hari, dua hari aku masih
bisa menerima sikapnya tapi, lama kelamaan dia sangat sangat berubah. Dia jadi
angkuh dan sudah tak mau berteman denganku lagi. “Eri apakah kamu tak mau
berteman denganku lagi? Kamu sudah lupa dengan janjimu?” Teriakku. “Janji apa? Sudah
lupakan” Jawab Eri kemudia pergi. “Eri... Eri...” Teriakku. “Baiklah kalau
begitu.. Semoga kamu bahagia dengan mataku.” Ucapku dalam hati. Mulai saat itu
aku pergi dari kehidupan Eri. Aku tak menyangka akan jadi seperti ini.
Suatu hari Eri tiba-tiba sakit
keras. Setiap hari dia selalu batuk batuk dan kata teman teman dia sampai
mimisan juga samapai dia sudah tidak kuat untuk pergi ke sekolah. “Eri sakit
apa ya?” Tanyaku dalam hati. Aku tak berani menjenguknya karena aku taku dia
nanti mengusirku. Tapi aku tetap memberanikan diriku. Sampai di depan rumah Eri
aku ragu-ragu akhirnya aku kembali dan pulang. Tapi dari jauh aku mendengar
suara klakson mobil seakan akan aku mau tertabrak. Tiba-tiba ada seorang yang
mendorongku hingga kepalaku terbentur trotoar dan akhirnya pingsan.
Saat aku siuman tiba-tiba aku
sudah bisa melihat kembali. Aku berpikir ada apa ini? Kenapa aku bisa melihat? Apaka
karena benturan tadi? Terus siapa tadi yang menolongku? Aku jadi bingung karena
timbul banyak pertanyaan di dalam kepalaku yang habis terbentur trotoar. Tak
lama kemudian ada seorang suster memberiku sebuah surat untukku.
“Nomi, sebelumnya aku minta maaf
yaa sudah mengabaikanmu, maaf sudah mengingkari janjiku padamu, maaf aku tidak
bisa jadi sahabat yang baik untukmu. Terima kasih kamu sudah mau jadi
sahabatku, terima kasih kamu mau terima kekuranganku, terima kasih kamu sudah
setia sama aku dan terima kasih banyak atas mata yang kau berikan padaku. Mata
ini adalah mata terindah yang pernah aku miliki. Mata yang bisa membuatku
melihat indahnya ciptaan Tuhan. Terima kasih kamu sudah membuat aku jadi lebih
sempurna karena mata ini. Dokter bilang padaku bahwa kamu ngotot mau
mendonorkan matamu padaku agar aku tidak mendapat cemo’oh dari orang orang. Terima
kasih atas kepedulianmu yaa Nomi. Aku tak tahu harus berbuat apa agar kamu mau mema’afkanku. Maaf ya Nomi, di hari ulang
tahun ini aku gak bisa kasih apa apa. Aku hanya bisa kasih mata ini untukmu
sebagai kado terakhirku. Terimalah yaaaa... jadi aku mengembalikan lagi mata
yang telah ku ambil darimu.. terima kasih.. itu benar benar mata terindah, mata
yang sangat indah.. aku menyayangimu sahabatku”
Itulah isi surat Eri, Suster
mengatakan dia menulisnya di saat saat terakhirnya. Suster juga bilang bahwa
dia mengidap sakit parah yang sudah tak memungkinkan baginya untuk hidup lebih
lama. Aku sedih karena aku tidak bisa berikan yang terbaik untuknya. Maafkan aku
ya sahabatku.. mata yang kau berikan ini akan aku jaga dengan sepenuh hatiku..
karena dengan mata ini aku bisa selalu terhubung denganmu.. Aku menyayangimu
sahabatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar